Tampilkan postingan dengan label Artikel Hukum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel Hukum. Tampilkan semua postingan

Hukum Acara Pidana

RANGKUMAN MATERI PERKULIAHAN HAP

1. PROSES PENUNTUTAN DI KEJAKSAAN

Setelah pemeriksaan di tingkat kepolisian/ penyidik dirasa lengkap, kasus dilimpahkan ke kejaksaan untuk dilakukan proses penuntutan.
Pelimpahan perkara dilengkapi dengan berkas perkara, tersangka dan alat bukti lainnya.
Apabila dalam waktu 7 hari tidak ada pemberitahuan dari kejaksaan, maka berkas dinyatakan P-21 dan siap dilakukan penuntutan. Akan tetapi jika berkas dirasa kurang lengkap, maka berkas dikembalikan dengan dilengkapi saran tentang kekurangan. Penyidik diberikan waktu selama 14 hari untuk melengkapi berkas, jika melewati batas waktu itu,penyidikan dapat dihentikan.

PENYUSUNAN SURAT DAKWAAN

Surat dakwaan adalah suatu akta yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan dan merupakan dasar bagi hakim dalam pemeriksaan di persidangan (M. Yahya Harahap; 1993:414-415)

HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MENYUSUN SURAT DAKWAAN

 sesuai dengan BAP
 menjadi dasar hakim
 bersifat sempurna dan mandiri

SYARAT-SYARAT DAKWAAN
1. Syarat Formil
 Identitas terdakwa (143 ayat (2) KUHAP), nama lengkap, tepat lahir, umur/ tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka.
 Tanggal dibuat
 Tandatangan PU
2. Syarat Materiil
 Dirumuskan secara cermat, jelas dan lengkap tentang tindak pidana yang didakwakan terhadap terdakwa (143 (2) huruf b)
 Disebutkan locus dan tempus delictie

Izin Poligami

Izin Poligami

  1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menganut asas monogami, kecuali hukum agama yang dianut menentukan lain. Suami yang beragama Islam yang menghendaki beristeri lebih dari satu orang wajib mengajukan permohonan izin poligami kepada Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah dengan syarat-syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 dan 5 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 .
  2. Agar pemberian izin poligami oleh Pengadilan Agama atau Mahkamah Syari’ah tidak bertentangan dengan asas monogami yang dianut oleh Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, maka Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah dalam memeriksa dan memutus perkara permohonan izin poligami harus berpedoman pada hal-hal sebagai berikut :
    1. Permohonan izin poligami harus bersifat kontensius, pihak isteri didudukan sebagai Termohon .
    2. Alasan izin poligami yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 1  Tahun 1974 bersifat fakultatif, maksudnya bila salah satu persyaratan tersebut dapat dibuktikan, Pengadilan Agama dapat memberi izin  Poligami .
    3. Persyaratan izin Poligami yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 bersifat kumulatif, maksudnya Pengadilan Agama hanya dapat memberi izin poligami apabila semua persyaratan tersebut telah terpenuhi .
    4. Harta bersama dalam hal suami isteri lebih dari satu orang , telah diatur dalam Pasal 94 Kompilasi Hukum Islam, akan tetapi pasal tersebut mengantung ketidak adilan, karena dalam keadaan tertentu dapat merugikan isteri yang dinikahi lebih dahulu, oleh karenanya pasal tersebut harus dipahami sebagaimana diuraikan dalam angka (5) dibawah ini .
    5. Harta yang diperoleh oleh suami selama dalam ikatan perkawinan dengan isteri pertama, merupakan harta bersama milik suami dan isteri pertama, Sedangkan harta yang diperoleh suami selama dalam ikatan perkawinan dengan isteri kedua dan selama itu pula suami masih terikat perkawinan dengan isteri pertama , maka harta tersebut merupakan harta bersama milik suami, isteri pertama dan isteri kedua. Demikian pula halnya sama dengan perkawinan kedua apabila suami melakukan perkawinan dengan isteri ketiga dan keempat .
    6. Ketentuan harta bersama tersebut dalam angka (5) tidak berlaku atas harta yang diperuntukkan terhadap isteri kedua, ketiga dan keempat ( seperti rumah, perabot rumah dan pakaian) sepanjang harta yang diperuntukkan isteri kedua , ketiga dan keempat tidak melebihi 1/3 (sepertiga) dari harta bersama yang diperoleh dengan isteri kedua, ketiga dan keempat .
    7. Bila terjadi pembagian harta bersama bagi suami yang mempunyai isteri lebih dari satu orang karena kematian atau perceraian, cara perhitungannya adalah sebagai berikut :
Untuk isteri pertama ½ dari harta bersama dengan suami yang diperoleh selama perkawinan, ditambah 1/3 dari harta bersama yang diperoleh suami bersama dengan isteri pertama dan isteri kedua, ditambah ¼ dari harta bersama yang diperoleh suami bersama dengan  isteri ketiga, isteri kedua dan isteri pertama, ditambah 1/5 dari harta bersama yang diperoleh suami bersama isteri keempat, ketiga, kedua dan pertama .
  1. Harta yang diperoleh oleh isteri pertama, kedua, ketiga dan keempat merupakan harta bersama dengan suaminya, kecuali yang diperoleh suami/isteri dari hadiah atau warisan .
  2. Pada saat permohonan izin poligami, suami wajib pula mengajukan permohonan penetapan harta bersama dengan isteri sebelumnya, atau harta bersama dengan isteri-isteri sebelumnya. Dalam hal suami tidak mengajukan permohonan penetapan harta bersama yang digabungkan dengan permohonan izin poligami, isteri atau isteri-isterinya dapat mengajukan rekonvensi penetapan harta bersama .
  3. Dalam hal suami tidak mengajukan permohonan penetapan harta bersama yang digabung dengan permohonan izin poligami sedangkan isteri terdahulu tidak mengajukan rekonvensi penetapan harta bersama dalam perkara permohonan izin poligami sebagaimana dimaksud dalam angka (9) diatas, permohonan penetapan izin poligami harus dinyatakan tidak dapat diterima

Surat Edaran Dirjen Badilmiltum

Surat Edaran Dirjen Badilmiltun

Sehubungan Laporan lisan dari beberapa Pengadilan Militer tentang adanya permintaan sejumlah uang melalui telepon yang mengatasnamakan Dirjen Badilmiltun dengan alasan pengurusan mutasi di jajaran Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara, dengan ini di beritahukan:
  1. Dirjen Badilmiltun tidak pernah meminta atau memerintahkan orang lain untuk meminta sejumlah uang dalam kaitan dengan pengurusan mutasi atau kegiatan pembinaan lainnya.
  2. Modus operandi pencatutan nama dan atau jabatan Dirjen Badilmiltun jelas-jelas merupakan tindak pidana yang tidak perlu dilayani, bahkan harus diupayakan agar pelakunya dapat ditangkap.
  3. Tersebut alamat supaya meningkatkan kewaspadaan, melakukan check and recheck, serta jika menerima permintaan uang via telepon agar mengusahakan dapat mengetahui identitas penelepon untuk kemudian dilaporkan kepada kepolisian setempat.
Demikian untuk menjadi perhatian.

sumber : http://www.ditjenmiltun.net/

Hal Ihwal Gugatan di Pengadilan

Hal ihwal  Gugatan di Pengadilan Agama
Perkara Gugatan adalah perkara yang diajukan ke PA yang didalamnya terdapat sengketa atau konflik yang meminta agar Pengadilan mengadili dan memutusnya
Perbedaan antara Gugatan dan Permohonan yaitu jika dalam gugatan ada sengketa/konflik yang harus diselesaikan/diputus oleh Pengadilan  sedangkan dalam permohonan tidak ada sengketa/konflik yang harus diselesaikan/diputus oleh Pengadilan.

Format Gugatan
A. Persona Standi in judicio
Identitas dan kedudukan para pihak
Nama, umur, pekerjaan, pendidikan, agama dan tempat tinggal/tempat kediaman serta kedudukan para pihak yaitu sebagai Penggugat dan atau Tergugat;
Menurut pasal 17 BW tempat tinggal adalah tempat dimana seseorang menempatkan pusat kediaman. jadi  tempat tinggal adalah tempat dimana seseorang berdiam dan tercatat sebagai penduduk.
Tempat kediaman adalah tempat dimana seseorang berdiam, misal di Villa, di kost dlsb.
B. Posita
Posita atau Fundamentum petendi yang berarti dasar gugatan atau dasar tuntutan  yang harus memuat fakta kejadian dan fakta hukum;
Dalam gugatan Perceraian Harus mencantumkan alasan perceraian ( pasal 39 UU 1/74, jo salah satu diantara  huruf (a) sampai (h)  KHI pasal 116)
C. Petitum
Petitum berisisi pokok tuntutan Penggugat, berupa deskripsi yang jelas dan menyebut satu persatu dalam akhir gugatan.
Dalam bukunya M Yahya Harahap ada macam-macam bentuk petitum antaranya bentuk tunggal dan bentuk alternatif.
Disebut bentuk petitum tunggal manakala diskrepsi yang menyebut satu persatu pokok tuntutan, tidak diikuti dengan susunan diskrepsi lain yang bersifat alternatif /subsidair.
Bentuk petitum tunggal tidak boleh hanya berbentuk compositur atau ex aequo et bono (mohon keadilan) saja tetapi harus berbentuk rincian satu persatu sesuai yang dikehendaki Penggugat dikaitkan dengan dalil gugatan/posita. 

Penggugat formil/Penggugat materiil
Perlu diingat jika pihak berperkara belum cukup umur ( kurang dari 18 tahun) maka harus diwakili oleh orang tuanya atau walinya (pasal 47 UUNomor 1 Tahun 1974)
Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama;
a. Bila Penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa  izin Tergugat, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat (1) UU. No. 7 Tahun 1989 jo Pasal 32 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974);

b. Bila Penggugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat (2) UU No.7 Tahun 1989);

c. Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya  meliputi tempat perkawinan dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73 ayat (3) UU No.7 Tahun 1989).
Selanjutnya baca buku  II hal 77 dst
""